Dua tulisan yang umum di lingkungan blogspot saat
peristiwa pergantian tahun, yaitu tentang resolusi-resolusi yang terwujud di
tahun sebelumnya ataupun tentang resolusi-resolusi yang direncanakan pada tahun
selanjutnya. Cuaca Jogja sore ini sedang mendung-mendungnya, dingin, dan
sesekali hujan gerimis; cocok sekali untuk mengenang hal-hal yang sudah lewat.
Seperti lirik SORE, "coba... kenangi semua walau telah tiada, bagai
etalase jendela.."
Ah, 2014. Tahun yang begitu melelahkan, bagi
fisik maupun batin. 2014 bagiku merupakan tahun yang sangat penting, merupakan
tahun titik balik. Ya, secara harafiah. Balik ke kampung halaman, namun dengan
beberapa peristiwa penting yang mendahului pun yang mengikuti. Peristiwa
yang harus dilalui dengan pelarian, ya, berlari. Sedari awal tahun hingga tutup
tahun rasanya seperti berlari marathon tetapi dengan tempo yang sangat tidak
beraturan, benar-benar menguras energi. Berlari dari terkaman mulut-mulut bangsat
dan busuknya hati. Dulu tak percaya kalau opini publik bisa membunuh
seseorang, namun di tahun ini mulai percaya kalau hal tersebut benar
adanya. Dulu percaya bahwa keberuntungan merupakan hasil akumulasi kerja
keras yang sudah dikumpulkan, namun di tahun ini kepercayaanku berubah;
keberuntungan adalah keberuntungan, hal gaib yang dianugerahkan Tuhan secara
misterius.
----
Awal 2014 merupakan fase pembuktian, secara
akademis. Skripsi, benda yang kata kebanyakan mahasiswa tingkat akhir merupakan
mimpi buruk; ibarat tidur segan, melek pun tak mau. Orang hidup karena
idealismenya, ungkapan brengsek, buktinya aku bisa hidup tanpa idealisme. Ya!
Idealismeku mati di tangan opini dan waktu. Berbagai bakal tema skripsi yang
bagus menurut standar akademik kubuang, keinginan untuk menghasilkan karya
berkualitas menghilang karena kualitas butuh waktu. Kala itu tujuanku cuma
satu, harus lulus cepat. Entah sesampah apa isi skripsi dan berapapun
nilainya, yang penting mencukupi untuk persyaratan lulus; mimpi buruk hanya
kuanggap sebagai formalitas belaka. Hingga terdapat dosen yang selalu
menggunjingkan namaku setiap kali dia membimbing dan mengajar mahasiswanya.
Ancaman tak akan diluluskan pun tak kupedulikan, toh bisa maju lagi dengan
revisi secepat mungkin.
Dengan keberuntungan yang sangat tidak wajar dan
pemilihan waktu yang tepat, akhirnya bisa maju sidang tanpa dosen penggunjing
sebagai penguji dan lulus dengan nilai pas-pasan. Revisi segudang tak masalah,
toh sudah lulus, persetan lah. Kutekankan, keberuntungan tak ada hubungan
dengan kerja keras karena dalam mengerjakan skripsi ini tak ada kerja keras.
Kutekankan juga, skripsi bukan mimpi buruk hanya pintar-pintarlah berimajinasi
agar mimpi itu bisa jadi mimpi basah.
Memahami tentang ngerinya beban mahasiswa
setelah diwisuda, maka tak ada niatan untuk mengejar wisuda cepat; kuputuskan
ikut wisuda periode selanjutnya. Di saat menunggu wisuda ini lah, pelarian
kembali terjadi. Lari dari busuknya hati sendiri, busuk karena rasa gamangnya
masa depan. Berkarir atau melanjutkan studi, fase inilah idealisme kembali
diuji. Berbagai kepentingan mulai masuk, baik pribadi, orang tua, bahkan
orang-orang di lingkungan kita. Adu urat sudah biasa saat itu. Akhirnya
menjudikan masa depan kepada Tuhan. Agar adil, kuberi kesempatan pada tiap
jalan. Satu kesempatan pada beasiswa studi lanjut, satu kesempatan pada bank
BUMN, dan satu kesempatan pada usaha mandiri.
----
Terkadang salut pada atlet lari dan
orang-orang yang hobi berlari; secara tersirat saja kehidupan ini sudah
mengharuskan kita berlari dari satu fase ke fase lainnya, lha kok isok-isoke
isek nduwe hobi mlayu...ra stel kendo tenan. Mungkin lari sudah menjadi gaya
hidup kekinian yang menjadikan kita wagu klo ndak ikut-ikutan. Berbagai proses
pelarian saat persiapan berkas mendaftar beasiswa maupun mencari kerja tidak
seperti lari-lari sore di GSP yang sesekali bisa berkenalan dengan kimcil-kimcil
hot pants lucu, melainkan proses pelarian yang membuat kita mengenal keinginan
terbesar diri sendiri. Satu persatu syarat beasiswa dikumpulkan, sama halnya
dengan satu persatu seleksi kerja dijalani. Beruntungnya, kesemuanya berjalan
mulus. Ajaib.
----
Wisuda merupakan peristiwa titik balik terpenting
di tahun 2014, menjadi simbol bahwa mahasiswa balik ke masyarakatnya dengan
menyandang beban ‘terpelajar’ dan balik ke kampung untuk meratapi nasib sebagai
warga tanpa profesi. Tak ada pertemuan tanpa perpisahan, wisuda juga menjadi
simbol perpisahan. Berpisah dengan orang-orang terdekat yang cukup andil dalam
membentuk pribadi kita selama merantau, dan menyisakan kenangan-kenangan
tentang menariknya masa-masa itu. Titik balik yang memaksa untuk bersiap
menghadapi muka-muka baru dan lingkungan baru. Rasanya seperti kembali ketika
wisuda sekolah menengah dulu. Esensi hidup memang unik, kita hanya
diputar-putar saja mengulang fase-fase yang telah dilewati; esensi peristiwanya
yang sama, hanya kondisi dan perilaku kita saat menghadapinya saja yang berbeda.
“Waktu berlalu musim berganti, tahun bergulir
hari berganti..
Panas hujan yang kurasa dulu, kini tak seperti
yang kutahu..
Semua kini telah pergi, semua yang pernah kucari..
Berjalan lurus entah kemana..
Terasa terjal tak mengapa..
Tanya kapan sampai tempat tujuan..”
Sepenggal lirik lagu Jalan Pulang dari
Bangkutaman, yang setidaknya menggambarkan fase titik balik ini. Tanya kapan
sampai tujuan? Akhir November datang surel undangan seleksi wawancara dari salah
satu penyedia beasiswa, dijadwalkan pada awal Desember.
Desember ternyata bukan hanya merupakan bulan akhir
dari sebuah kalender, juga sebagai akhir jawaban dari perjudian. Pertengahan
Desember datang surel untuk menghadiri seleksi kesehatan dari sebuah Bank BUMN.
Selang tiga hari, sepulang dari medical check-up; datang kabar bahwa lolos
seleksi beasiswa untuk melanjutkan studi ke Australia. Hasil dari perjudian “kerja atau kuliah, mana
yang duluan pengumuman itu yang kuambil” memang tidak bisa ditebak dan disangka,
keberuntungan yang berbicara, Tuhan memutuskanku untuk menjalani studi lanjut. Alhamdulillah.
----
2014
benar-benar menjadi tahun pelarian, tahun keberuntungan, dan tahun titik balik.
Sebagai bekas anak SMA yang selalu dapat rangking terbawah di kelas, menyontek
ketika ujian, dan hanya kenal senang-senang; sebagai anak kuliahan kacau yang
sempat gonta-ganti kampus dan hanya bisa cengengesan. Mendapati dirinya
terpilih menjadi penerima beasiswa studi master ke luar negeri merupakan
keberuntungan yang di luar nalarnya. 2014 merupakan tahun yang seharusnya kusyukuri sepanjang hidup nanti.
Lantas, resolusi
2015? Sebagai anjing yang tidak pintar menyusun rencana, cuman bisa mengikuti
insting untuk mempersiapkan berkas-berkas dan administrasi agar dapat berangkat
ke Australia sesuai jadwal pada LoA.
mbah, Selamaat LPDP ne. Sukses terus yo. Btw wingi aku njaluk nomermu mbah, aku sms vinto ra dijawab2. hapeku rusak ki
ReplyDeletehaloo mi, suwun cuk! kon pisan lancar karir e..nomerku simpati sing mburine xx171..linemu yo modar ta?
DeletePerkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
ReplyDeleteJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Oh ya, di sana anda bisa dengan bebas mendowload music, foto-foto, video dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)