Thursday, January 1, 2015

2014 itu titik balik!


Dua tulisan yang umum di lingkungan blogspot saat peristiwa pergantian tahun, yaitu tentang resolusi-resolusi yang terwujud di tahun sebelumnya ataupun tentang resolusi-resolusi yang direncanakan pada tahun selanjutnya. Cuaca Jogja sore ini sedang mendung-mendungnya, dingin, dan sesekali hujan gerimis; cocok sekali untuk mengenang hal-hal yang sudah lewat. Seperti lirik SORE, "coba... kenangi semua walau telah tiada, bagai etalase jendela.."


Ah, 2014. Tahun yang begitu melelahkan, bagi fisik maupun batin. 2014 bagiku merupakan tahun yang sangat penting, merupakan tahun titik balik. Ya, secara harafiah. Balik ke kampung halaman, namun dengan beberapa peristiwa penting yang mendahului pun yang mengikuti.  Peristiwa yang harus dilalui dengan pelarian, ya, berlari. Sedari awal tahun hingga tutup tahun rasanya seperti berlari marathon tetapi dengan tempo yang sangat tidak beraturan, benar-benar menguras energi. Berlari dari terkaman mulut-mulut bangsat dan busuknya hati. Dulu tak percaya kalau opini publik bisa membunuh seseorang, namun di tahun ini mulai percaya kalau hal tersebut benar adanya. Dulu percaya bahwa keberuntungan merupakan hasil akumulasi kerja keras yang sudah dikumpulkan, namun di tahun ini kepercayaanku berubah; keberuntungan adalah keberuntungan, hal gaib yang dianugerahkan Tuhan secara misterius.

 ----



Awal 2014 merupakan fase pembuktian, secara akademis. Skripsi, benda yang kata kebanyakan mahasiswa tingkat akhir merupakan mimpi buruk; ibarat tidur segan, melek pun tak mau. Orang hidup karena idealismenya, ungkapan brengsek, buktinya aku bisa hidup tanpa idealisme. Ya! Idealismeku mati di tangan opini dan waktu. Berbagai bakal tema skripsi yang bagus menurut standar akademik kubuang, keinginan untuk menghasilkan karya berkualitas menghilang karena kualitas butuh waktu. Kala itu tujuanku cuma satu, harus lulus cepat. Entah sesampah apa isi skripsi dan berapapun nilainya, yang penting mencukupi untuk persyaratan lulus; mimpi buruk hanya kuanggap sebagai formalitas belaka. Hingga terdapat  dosen yang selalu menggunjingkan namaku setiap kali dia membimbing dan mengajar mahasiswanya. Ancaman tak akan diluluskan pun tak kupedulikan, toh bisa maju lagi dengan revisi secepat mungkin. 

Dengan keberuntungan yang sangat tidak wajar dan pemilihan waktu yang tepat, akhirnya bisa maju sidang tanpa dosen penggunjing sebagai penguji dan lulus dengan nilai pas-pasan. Revisi segudang tak masalah, toh sudah lulus, persetan lah. Kutekankan, keberuntungan tak ada hubungan dengan kerja keras karena dalam mengerjakan skripsi ini tak ada kerja keras. Kutekankan juga, skripsi bukan mimpi buruk hanya pintar-pintarlah berimajinasi agar mimpi itu bisa jadi mimpi basah.


Memahami tentang ngerinya beban mahasiswa setelah diwisuda, maka tak ada niatan untuk mengejar wisuda cepat; kuputuskan ikut wisuda periode selanjutnya. Di saat menunggu wisuda ini lah, pelarian kembali terjadi. Lari dari busuknya hati sendiri, busuk karena rasa gamangnya masa depan. Berkarir atau melanjutkan studi, fase inilah idealisme kembali diuji. Berbagai kepentingan mulai masuk, baik pribadi, orang tua, bahkan orang-orang di lingkungan kita. Adu urat sudah biasa saat itu. Akhirnya menjudikan masa depan kepada Tuhan. Agar adil, kuberi kesempatan pada tiap jalan. Satu kesempatan pada beasiswa studi lanjut, satu kesempatan pada bank BUMN, dan satu kesempatan pada usaha mandiri.

----



Terkadang salut pada atlet lari dan orang-orang yang hobi berlari; secara tersirat saja kehidupan ini sudah mengharuskan kita berlari dari satu fase ke fase lainnya, lha kok isok-isoke isek nduwe hobi mlayu...ra stel kendo tenan. Mungkin lari sudah menjadi gaya hidup kekinian yang menjadikan kita wagu klo ndak ikut-ikutan. Berbagai proses pelarian saat persiapan berkas mendaftar beasiswa maupun mencari kerja tidak seperti lari-lari sore di GSP yang sesekali bisa berkenalan dengan kimcil-kimcil hot pants lucu, melainkan proses pelarian yang membuat kita mengenal keinginan terbesar diri sendiri. Satu persatu syarat beasiswa dikumpulkan, sama halnya dengan satu persatu seleksi kerja dijalani. Beruntungnya, kesemuanya berjalan mulus. Ajaib.

----



Wisuda merupakan peristiwa titik balik terpenting di tahun 2014, menjadi simbol bahwa mahasiswa balik ke masyarakatnya dengan menyandang beban ‘terpelajar’ dan balik ke kampung untuk meratapi nasib sebagai warga tanpa profesi. Tak ada pertemuan tanpa perpisahan, wisuda juga menjadi simbol perpisahan. Berpisah dengan orang-orang terdekat yang cukup andil dalam membentuk pribadi kita selama merantau, dan menyisakan kenangan-kenangan tentang menariknya masa-masa itu. Titik balik yang memaksa untuk bersiap menghadapi muka-muka baru dan lingkungan baru. Rasanya seperti kembali ketika wisuda sekolah menengah dulu. Esensi hidup memang unik, kita hanya diputar-putar saja mengulang fase-fase yang telah dilewati; esensi peristiwanya yang sama, hanya kondisi dan perilaku kita saat menghadapinya saja yang berbeda. 


“Waktu berlalu musim berganti, tahun bergulir hari berganti..

Panas hujan yang kurasa dulu, kini tak seperti yang kutahu..

Semua kini telah pergi, semua yang pernah kucari..



Berjalan lurus entah kemana..

Terasa terjal tak mengapa..

Tanya kapan sampai tempat tujuan..”



Sepenggal lirik lagu Jalan Pulang dari Bangkutaman, yang setidaknya menggambarkan fase titik balik ini. Tanya kapan sampai tujuan? Akhir November datang surel undangan seleksi wawancara dari salah satu penyedia beasiswa, dijadwalkan pada awal Desember. 

Desember ternyata bukan hanya merupakan bulan akhir dari sebuah kalender, juga sebagai akhir jawaban dari perjudian. Pertengahan Desember datang surel untuk menghadiri seleksi kesehatan dari sebuah Bank BUMN. Selang tiga hari, sepulang dari medical check-up; datang kabar bahwa lolos seleksi beasiswa untuk melanjutkan studi ke Australia.  Hasil dari perjudian “kerja atau kuliah, mana yang duluan pengumuman itu yang kuambil” memang tidak bisa ditebak dan disangka, keberuntungan yang berbicara, Tuhan memutuskanku untuk  menjalani studi lanjut. Alhamdulillah.


 ----


2014 benar-benar menjadi tahun pelarian, tahun keberuntungan, dan tahun titik balik. Sebagai bekas anak SMA yang selalu dapat rangking terbawah di kelas, menyontek ketika ujian, dan hanya kenal senang-senang; sebagai anak kuliahan kacau yang sempat gonta-ganti kampus dan hanya bisa cengengesan. Mendapati dirinya terpilih menjadi penerima beasiswa studi master ke luar negeri merupakan keberuntungan yang di luar nalarnya. 2014 merupakan tahun yang seharusnya kusyukuri sepanjang hidup  nanti.

Lantas, resolusi 2015? Sebagai anjing yang tidak pintar menyusun rencana, cuman bisa mengikuti insting untuk mempersiapkan berkas-berkas dan administrasi agar dapat berangkat ke Australia sesuai jadwal pada LoA.

3 comments:

  1. mbah, Selamaat LPDP ne. Sukses terus yo. Btw wingi aku njaluk nomermu mbah, aku sms vinto ra dijawab2. hapeku rusak ki

    ReplyDelete
    Replies
    1. haloo mi, suwun cuk! kon pisan lancar karir e..nomerku simpati sing mburine xx171..linemu yo modar ta?

      Delete
  2. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Oh ya, di sana anda bisa dengan bebas mendowload music, foto-foto, video dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    ReplyDelete