Eksekutif
muda, mapan, matang, lantas kurang apa lagi?
Begitulah
komentar orang ketika mengetahui statusku, ya, minus pendamping.
Bagiku
kemantapan hati menjadi syarat utama dalam ikatan suci.
Sulit
rasanya memantapkan hati ini, mengingat kelakuanku yang amburadul.
Seperti
biasa, tugas dinas ke ibukota selalu tersisip tawaran dari VIP escort agency.
Entah angin
darimana, tapi ku iyakan tawaran kali ini.
Dengan
syarat dicarikan yang sudah matang dan mungkin bisa diajak berbagi perspektif,
pikirku.
Badan
terbalut lingerie hitam minim ornamen plus masquerade, membuat penasaran.
“Selamat
malam, nona.” salamku padanya.
Tanpa
membalas, ia langsung memulai tugasnya, dingin sekali.
Dilahapnya
tiap inci badan ini bak jendral perang membaca peta titik vital musuh.
“Luar biasa,
ia tau tiap titik rangsangku. Makin tinggi jam terbangnya, pasti makin matang.”
pikirku.
Aroma anyir menusuk hidung, aroma yang sudah lama tak ku endus.
Lekuk
badannya mengingatkan pangkal kesuraman yang lalu, tak kuacuhkan.
Hilang akal
sehatku, pemburu pun diburu.
Kami larut
layaknya binatang yang sedang berahi.
Selepas itu
ku tanya, “Nona, mari berbincang sebentar. Lepas saja topengnya agar nyaman.”
Ia lepaskan
sekat itu, serasa mau mati aku.
Sesalku
memuncak.
Spontan
teriakku padanya, “Kau?! Lantas suamimu?!”
“Ia tak
tahu. Pernikahanku dengannya baik, tapi tak ubahnya seperti melacurkan hati. Simpan
saja duitmu, toh sudah kudapatkan kebutuhanku.” jawabnya lepas.
No comments:
Post a Comment