Wednesday, June 26, 2013

Regenerasi, kaderisasi.



Diawali dengan pikiran tentang bapakku. Akhir-akhir ini dia terasa lebih keras dalam mendidik, jauh lebih keras dari semasa awal lulus SMA dan awal kuliah dulu. Ya mungkin ini titik krusial dalam hidupku, segala kuliah teori sudah selesai dan semester depan mulai resmi menulis skripsi meskipun sudah kucicil dari sekarang. Bukan IPK, dengan IPK seginipun dia tidak puas. “Sudah kamu di Surabaya saja, nggak usah pulang, mengembangkan diri disana.” SMS nya beberapa waktu lalu. Apa dikira anaknya nggak kangen ngobrol bareng dengan dia? dasar bapak. 

Tiba-tiba teringat salah satu blog seorang jurnalis kenalan dosenku. Ini blognya, klik saja. Menarik sekali, konsepnya mencurahkan segala jenis pikirannya kepada anaknya yang masih balita. Begini header blognya,

 Namamu River. Itu sebentuk doa. Agar nanti hidupmu seperti sungai, tahu kemana harus bermuara.

Aku mulai menulis ini ketika kau masih dalam perut ibumu. Duduklah, Nak, karena masih banyak hal yang ingin aku ceritakan kepadamu. Ayah yang banyak bicara ini hanya ingin menunjukkan semacam rasa syukur untuk Sang Pemilik Hidup, dan juga ungkapan terima kasih untukmu.

Terima kasih, karena telah lahir melalui kami....

Kesan dalam yang kutangkap. Regenerasi dan kaderisasi. Mungkin itu yang tiap ayah lakukan ke puteranya, agar jangan kalah dengan dirinya, lebih baik dari ayahnya. Tiap ayah punya caranya masing-masing, mungkin juga begitu dengan bapakku.. tapi sulit sekali mencerna caranya. Seperti kata orang-orang disekitarku yang bilang kalau cara dan kemauanku pun itu sulit dicerna. Kemauannya keras semua, tapi  lucu juga kalau mengingat kenapa dulu aku dan bapakku sering saling adu urat karena beda pendapat, hehe buah apel tidak jatuh jauh dari pohonnya.

Aku teringat setiap ke rumah simbahku dari bapakku di karanganyar lereng gunung lawu sana, selalu didongengi lewat wayang, mulai dari punakawan, pandawa hingga kurawa pada baratayuda. Tapi otomatis terhenti saat simbah “tindak” sewaktu pertengahan SMP, simbah si perokok berat yang panjang usia. Banyak yang tak kupahami, tapi beberapa ada yg masih terpatri sampai sekarang. Bijaknya semar, kokohnya arjuna, garangnya bima. Berbeda dengan bapakku yang dulu lebih suka bercerita tentang abu nawas dan beberapa kisah hidupnya, kebanyakan pahitnya. Nikmat sekali dulu, memberi fondasi perilaku dan mental lewat cerita, mudah dipahami dan dicerna. Tidak seperti sekarang. Serba tersirat, memutar otak dan merogoh batin.

Mungkin bapakku merasa sudah waktunya anaknya cari arah jalan sendiri, fondasi dan petunjuk  sudah cukup diberikan. Seperti river, sudah seharusnya tahu kemana harus bermuara.

Tadi selepas maghrib ada SMS dari bapakku, “Gimana kabar? Magang gimana? Lesnya? Sudah kepikiran mau jadi apa?”

“Besok aja tak ceritain kalo pulang.” balasku. 

Biar dia kangen. Tapi aku harus membuatnya senang, mumpung masih sempat.


No comments:

Post a Comment